Memartabatkan Pendidikan (Kita)
Indonesia negara yang berdaulat dan menempatkan sumber daya manusia (SDM) sebagai tolak ukur kemajuan peradaban bangsa. Setiap negara tentu memiliki strategi dan metodologi dalam meningkatkan kemampuan SDM yang berorientasi pada keunggulan. Pada pengalaman Indonesia (kita) dalam mengelola SDM melalui proses belajar yang digarap melalui institusi negara, diantaranya Kementerian Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, Sains dan Teknologi, Kementerian Kebudayaan atau Kementerian lainnya yang memiliki keterkaitan soal SDM bangsa Indonesia, bahwa kita telah melewati fase perubahan-perubahan strategi dan metodologi dalam mencapai tujuan pendidikan kita.
Di Era Pemerintahan Orde Baru (1966-1998), pendidikan kita berada pada titik pemantapan nilai-nilai Pancasila, Kewarganegaraan dan Agama. Di masa ini, terlihat pemerintahan era Presiden Soeharto menginginkan adanya perubahan-perubahan mendasar yang dialami masyarakat Indonesia melalui pendidikan karakter yang terkandung pada ketiga aspek tersebut. Pada Tahun 1984, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Agama tentang pembakuan kurikulum sekolah umum dengan kurikulum sekolah madrasah. Kedua kurikulum ini menjadi satu. Kurikulum tahun 1984 ini menerapkan sebuah sistem penguatan pendidikan, yaitu dengan cara:
– mengimplementasikan program intrakurikuler dan ekstrakurikuler, sebagai program inti maupun program pilihan.
– Proses pembelajaran memperhatikan keserasian antara orang yang belajar dengan materi yag diajar.
– Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh dalam rangka meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik secara individu.
Kemudian, di Era Reformasi (1998-sekarang), pendidikan kita tengah pada kondisi yang berubah-ubah. Sistem yang digunakan pemerintah dalam mengembangkan pendidikan bangsa kita tidak lepas dari penanaman nilai dasar Pancasila sebagai pondasi pendidikan karakter bangsa. Namun, pada tataran teknisnya, mengalami perubahan-perubahan seiring kekuasaan berganti. Di Era Presiden BJ. Habibie masih terlihat sama dengan pelaksanaan sistem yang dijalankan di masa orde baru, begitu di era Presiden KH. Abdurrahman Wahid pendidikan kita memiliki keluasan aspek pembelajaran. Diorientasikan tidak hanya dalam kemajuan personal para siswa tetapi keragaman dan multikulturalisme yang ditanamkan pada nilai pendidikan kita kala itu. Kebijakan pendidikan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid dikenal dengan mengintegrasikan perbedaan sebagai khazanah dan memperkaya ilmu pengetahuan. Siswa tidak hanya disibukkan dengan hafalan dan pelajaran eksakta semata. Penanaman budaya dan integritas sebagai bangsa yang heterogen dan multikultural disini diperhatikan secara mendalam, tujuannya adalah agar para siswa mampu menghargai perbedaan dan menerimanya sebagai karunia Tuhan untuk bangsa Indonesia.
Sementara pada era Presiden Megawati Soekarno Putri, pendidikan diterapkan dengan memperhatikan aspek tujuan jangka pendek dan menengah serta jangka panjang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lahir di era Presiden Megawati. Salah satu yang ditonjolkannya adalah alokasi keuangan negara yang mengamanatkan 20% untuk pendidikan. Dan secara institusi, kebijakan sistem pendidikan nasional ini menggiring para guru dan dosen untuk profesional. Langkah yang diperankan pemerintah yaitu melatih para guru melalui pendidikan profesi serta menyertakan dengan tunjangan profesinya.
Dilanjutkan di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), wajah pendidikan kita mengarah pada perubahan besar pada konteks kompetisi dunia. Di tahun 2004, diberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menitikberatkan pada perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Pada tahun ajaran 2006/2007 mulai diberlakukan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini menekankan pada aspek pemberdayaan terutama pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Kemudian ada 4 karakteristik dari KTSP ini, yakni berorientasi pada disiplin ilmu, berorientasi pada pengembangan individu, mengakses kepentingan daerah, dan merupakan kurikulum teknologis. Sementara pada kurikulum 2013 yang diberlakukan setelahnya menekankan pada pengembangan kompetensi peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Di Era Presiden Jokowi, Kurikulum pendidikan kita mengalami perubahan yakni Kurikulum Merdeka dengan platform Merdeka Belajar. Kurikulum merdeka merupakan proses pembelajaran yang menekankan pada penguatan karakter dengan memproyeksikan melalui capaian profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila ini ditentukan dengan tema-tema tertentu. Sekolah bebas memilih pengembangan tema yang disiapkan untuk disesuaikan dengan karakter dan peminatan pembelajaran pada satuan pendidikan. Sekolah yang melaksanakan Kurikulum Merdeka akan melalui beberapa tahapan implementasi, yaitu tahap Mandiri Belajar, kemudian Mandiri Berubah, lalu terakhir Mandiri Berbagi.
Dengan pengalaman panjang pendidikan kita yang mengalami perubahan demi perubahan tentu saja harus terlihat dengan jelas capaian mutu pendidikan kita. Aristoteles pernah mengatakan bahwa pendidikan merupakan bagian dari salah satu fungsi negara. Artinya bahwa dalam memerankan fungsinya, negara menyiapkan serangkaian proses untuk memberikan keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan bagi warganya. Proses mencapai itu semua salah melalui pendidikan. Dengan kata lain negara ingin menjadikan manusia-manusia sejahtera dan bermartabat. Maka dari itu, jalan pendidikan kita harus melalui model pendidikan yang bermartabat pula.
Peran dan fungsi negara tidak hanya menyiapkan perangkat pembelajaran, namun regulasi yang melindungi secara hukum segala hal yang berkaitan dengan aspek pembelajaran di sekolah harus terwujud dan terlaksana. Di era keterbukaan informasi dan kemajuan teknologi saat ini, guru mudah sekali diadili lantaran dianggap atau diduga melakukan tindakan kekerasan, melanggar etik, melanggar HAM dan sebagainya. Ini menjadi sesuatu yang menyulitkan proses pembelajaran di sekolah jika terus-menerus terjadi. Negara harus memberikan ruang privasi bagi dunia pendidikan agar tidak terjebak dengan yurisprudensi hukum yang lainnya. Sehingga proses pembelajaran benar-benar terlaksana berdasarkan prinsip pendidikan serta menjunjung tinggi martabat pendidikan secara kaffah.
Menjadikan pendidikan kita bermartabat setidaknya mengikuti tiga hal dasar pendidikan, yakni taklim, tarbiyah dan ta’dib. Konsep taklim menekankan pada proses pengajaran yang mengarah pada aspek kognitif. Kemudian, tarbiyah mengarah kepada tumbuh kembangnya peserta didik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Lalu ta’dib yaitu mengarah pada aspek afektif. Ketiga ini jika dijalankan secara terpadu maka akan membedakan proses belajar mengajar yang melalui konsep taklim, tarbiyah dan ta’dib dengan konsep biasa yang hanya memproyeksikan pembelajaran interaksi guru dan siswa semata tanpa memperhatikan capaian-capaian yang dialaminya. Tentunya dalam menjalankan konsep pendidikan bermartabat ini perlu peranan guru dan manajer pendidikan yang selaras. keduanya memiliki peranan masing-masing, tidak boleh ada penghalang yang menyebabkan tidak optimal dalam menjalankan organisasi lembaga. Maka, kerjasama adalah kunci yang terbaik dalam menjadikan pendidikan kita bermartabat. Mulai saat ini perlu kiranya dilakukan refresh dari semua unsur yang terlibat, sudahkah kita meletakkan ilmu pengetahuan kita beserta nilai-nilai kebaikan (akhlakul karimah) untuk proses pendidikan yang bermartabat? Kita jawab dengan tindakan kita.
Penulis adalah Praktisi Pendidikan dan Ketua ICMI Orda Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten